Harimau Sumatera yang bernama latin Panthera tigris sumatrae merupakan salah satu dan satu-satunya spesies harimau endemik kepulauan Sumatera dari populasi Panthera tigris sondaica yang masih tersisa. Sebelumnya, dua saudara dekat harimau sumatera, yakni harimau bali (Panthera tigris sondaica) dan harimau jawa (Panthera tigris javanica) telah dinyatakan punah sejak dekade 1940-an dan 1980-an (tfcsumatera, 2020). Sesuai namanya, populasi harimau sumatera jamak mendiami Pulau Sumatera, dan sepertiga dari seluruh populasinya mendiami Provinsi Riau. Hewan yang tergolong ke dalam ordo karnivora ini, jika dibandingkan dengan sub-spesies harimau lain, merupakan spesies harimau dengan ukuran terkecil, dengan panjang rata-rata 198 cm dan panjang dari kepala hingga kaki yang mencapai 250 cm. Selain itu, harimau sumatera juga memiliki beberapa karakteristik yang khas pada badan harimau sumatera yang membedakannya dengan spesies lain. Harimau sumatera memiliki bentuk belang hitam di badannya yang lebih lebar dengan posisi yang lebih berhimpitan satu sama lain (WFF, n.d.). Janggut dan surai juga lebih banyak dimiliki oleh harimau sumatera, berpaduan dengan warna kulitnya yang cenderung lebih gelap, dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Hewan yang memiliki habitat di hutan dataran rendah hingga hutan hujan tropis ini cenderung berkembang dengan harimau sumatera betina yang akan mengandung selama 103 hari dan melahirkan 2-3 anak. Dengan cara berkembangbiak yang demikian, populasi harimau sumatera, setidaknya pada tahun 1970 tercatat sebanyak 1.000 ekor di alam liar (tfcasumatera, 2020). Sayangnya, jumlah populasi ini semakin tahun semakin menurun. Pendataan oleh WWF (World Wide Fund for Nature) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa populasi harimau sumatera hanya tersisa sebanyak 192 ekor saja di alam liar di Provinsi Riau dan sebanyak 371 ekor di seluruh Pulau Sumatera. Sedangkan menurut Statistika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015 yang dihimpun dalam Badan Pusat Statistik, jumlah harimau sumatera yang termasuk ke dalam satwa terancam punah dari tahun 2015 sebanyak 58 ekor, hingga 2017 sebanyak 68 ekor (BPS, 2019). Diperkirakan, secara global, populasi harimau sumatera hanya tersisa tak lebih dari 3871 ekor (Mahendra, 2021). Namun demikian, populasi harimau sumatera yang semakin terancam ini cukup tertolong dengan dibentuknya beberapa kawasan konservasi harimau sumatera yang masuk ke dalam cagar alam, seperti TN Gunung Leuser (Aceh dan Sumatera Utara), TN Bukit Tiga Puluh (Riau), SM Rimbang Baling (Riau), TN Kerinci Seblat (Jambi-Bengkulu-Sumatera Barat-Sumatera Selatan), TN Bukit Barisan Selatan (Lampung), dan TN Way Kambas (Lampung) (tfcsumatera, 2020). Dengan demikian perkembangan perkembangbiakan populasi harimau sumatera dapat terpantau dan tercatat dengan teratur demi menyelamatkan harimau sumatera dari kepunahan.
Terancamnya populasi hewan yang dilindungi oleh UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ini sebagian besar disebabkan oleh beralih fungsi dan rusaknya habitat alami mereka di alam liar. Habitat harimau sumatera, seperti lahan gambut, dataran rendah, dan hutan pegunungan dewasa ini semakin kehilangan eksistensinya karena pengalihfungsian lahan-lahan tersebut menjadi jalan, lahan pertanian dan perkebunan komersial, dan juga menjadi pemukiman warga. Dengan alih fungsi lahan ini kemudian bermuara pada pembalakan liar dan penggundulan hutan habitat hidup harimau sumatera beserta mangsanya. Apabila habitat harimau sumatera terjaga dengan baik, baik ekosistem, maupun satwa yang tinggal di dalamnya, maka harimau sumatera yang tinggal di dalam habitatnya akan terjamin kebutuhan hidupnya dan tidak merusak rantai makanan yang telah terbentuk. Kehadiran manusia beserta aktivitasnya acap kali menimbulkan dampak yang membahayakan ekosistem habitat satwa, termasuk harimau sumatera dan mangsanya. Termasuk salah satu dampaknya ialah rusaknya rantai makanan. Harimau sumatera ialah predator dan menduduki puncak dalam rantai makanan. Agar bertahan hidup ia memerlukan hadirnya satwa lain yang bersifat inferior sebagai mangsanya. Kelestarian satwa lain sebagai mangsa harimau sumatera ini yang kemudian rentan terganggu, bahkan hilang dari habitat aslinya karena aktivitas manusia, baik yang membuka lahan, maupun perburuan liar. Berkurang atau bahkan hilangnya satwa mangsa harimau sumatera kemudian secara drastis akan berpengaruh pula pada eksistensi harimau sumatera di dalam habitat tersebut ( Sumitran, dkk, 2014). Akibatnya, sering kita dengar harimau sumatera “turun gunung” memasuki perkampungan penduduk, bahkan memakan hewan ternak mereka. Tentunya hal ini bersifat membahayakan, baik bagi kehidupan warga sekitar, maupun bagi kelangsungan hidup harimau sumatera itu sendiri. Konflik antara harimau sumatera dan penduduk sekitar tak jarang berujung pada penangkapan, hingga penembakan mati harimau karena terpaksa agar tidak menimbulkan korban. Usaha-usaha untuk menciptakan habitat dan ekosistem yang sama-sama adil serta menguntungkan bagi harimau sumatera dan manusia perlu untuk digalakkan. Di sisi lain praktik-praktik perdagangan ilegal hewan-hewan dilindungi juga harus dihentikan. Dengan demikian kelestarian harimau sumatera juga akan berdampak pada seimbangnya kehidupan ekosistem alam dan manusia.
Referensi Badan Pusat Statistik. (2019). Jumlah Satwa Terancam Punah (ekor). Retrieved from https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1297/sdgs_15/1 Khoirunnisa dan Arianti Mahendra. (2021). Strategi WWF Terhadap Perlindungan Harimau Sumatera dari Perburuan Liar di Indonesia (Tahun 2016-2018). Dalam Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA’45 Jakarta, Vol. 6 No.2 (September-Februari 2021). Sumitran, R., Defri Yoza, dan Yossi Oktorin. (2014). Keberadaan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan Satwa Mangsanya di Berbagai Tipe Habitat pada Taman Nasional Tesso Nilo. Dalam Jurnal Online Mahasiswa Pertanian Universitas Riau, Vol. 1, No, 1, 2014. Tropical Forest Conservation Action Sumatera. (2020). Menyelamatkan Harimau Sumatera: Dimulai dari Mana? Catatan untuk Hari Harimau Internasional. Retrieved from https://tfcasumatera.org/menyelamatkan-harimau-sumatra-dimulai-dari-mana-catatan-untuk-hari-harimau-internasional/ World Wide Fund for Nature. (n.d.). Harimau Sumatera. Retrieved from https://www.wwf.id/spesies/harimau-sumatera